T-Shirt Yang Berjasa
Hari Kamis yang lalu, tepatnya tanggal 17 Januari 2013, saya ketemuan dengan lima teman penerjemah yang berdomisili di Denpasar. Beberapa hari sebelumnya Mbak Fey menghubungi saya apakah bisa datang. Setelah dijelaskan hari, jam dan tempat pertemuan saya menyanggupi untuk datang. Tidak ada alasan alias tidak ada penghalang untuk datang. Terutama karena tempatnya di daerah Renon, satu-satunya daerah yang sangat saya kenali dan dijamin tidak akan nyasar (maklum, selalu nyasar kalau disuruh datang ke tempat-tempat yang baru). Kemudian, waktunya siang hari, jam makan siang, jadi pulangnya tidak akan kemalaman (maklum, ada ketentuan jam malam) 😀
Pukul dua belas lebih sedikit, saya sampai di rumah makan yang telah disepakati. Saya memasuki tempat itu dengan melangkah pelan sambil melayangkan pandangan ke segala sudut. Ada beberapa orang dan tidak ada yang saya kenal. Tapi beberapa saat kemudian, pandangan saya berhenti pada seorang gadis yang duduk sendiri. Saya mengenalnya, dan langsung mendekat. Mbak Desi Mandarini, seorang juru bahasa, penerjemah dan pengajar freelance di IALF. Terakhir ketemu waktu acara Bahtera Goes to Bali (Oktober 2010), tapi kami sama sekali tidak kagok, seolah-oleh tiap hari ketemu. Setelah cipika-cipiki, kami langsung ngobrol tentang berbagai hal termasuk seputar pekerjaan kami, sambil menunggu kedatangan yang lain. Mbak Fey yang rencananya akan berada di tempat pukul setengah dua belas dan biasanya selalu tepat waktu, kali ini terpaksa datang terlambat karena ada sesuatu yang di luar dugaan.
Sedang asyik ngobrol, tiba-tiba Mbak Desi kaget ketika ada notif di BB-nya. Ada seseorang yang update status di grup BBM yang isinya: “Ada seseorang yang mengenakan baju Bahtera, duduk di meja di depanku, tapi aku ngga tahu entah siapa.”
Mbak Desi segera ngeh, itu pasti salah satu teman kami dan kami tidak saling kenal, dan baju yang dilihat itu pastilah baju yang saya pakai. T-Shirt yang saya kenakan diproduksi oleh Bahtera yang bertuliskan: “I am a translator, not a walking dictionary“. Mbak Desi langsung celingukan mencari-cari dan menduga-duga di mana duduk sang penulis status itu. Begitu juga saya. Akhirnya pandangan kami jatuh pada seorang perempuan yang juga sedang menatap kami. Kami yakin pasti dia yang menulis status itu. Kami segera memanggilnya untuk gabung di meja kami. Itu adalah Mbak Kunta Yuni. Saya hanya kenal nama saja, belum pernah ketemu orangnya. Kalau Mbak Fey ada, tentu Kunta langsung mengenali kami. Saya tersenyum dan bersyukur karena gara-gara baju yang saya pakai, Mbak Kunta tidak harus duduk menyendiri berlama-lama :-). Padahal tadinya saya tidak ada niat untuk memakai baju itu. Tapi entah kenapa, sebelum jalan, tiba-tiba saya ganti baju lagi dan mengenakan T-Shirt itu tanpa berpikir. Rupanya itu memang untuk Mbak Kunta 😀
Beberapa saat kemudian datang Mbak Windy Chan yang sudah mengenal Mbak Desi, sehingga ketika datang langsung menuju meja kami. Yang datang terakhir adalah Mbak Fey, seorang penerjemah Bahasa Prancis. Setelah kumpul berlima, pembicaraan kami makin seru. Sambil makan, kami saling curhat mengenai pekerjaan masing-masing. Mbak Windy dan Mbak Kunta ini penerjemah muda yang penuh semangat dan sedang membangun bisnis terjemahannya. Keduanya kuliah di Pascasarjana Terjemahan Unud. Windy sudah tamat sedangkan Kunta sedang menyelesaikan tesisnya. Dari percakapan kami, saya bisa menilai kualitas dan keseriusan mereka. Salut!
Banyak hal yang kami bicarakan, termasuk kemungkinan membuka Komda HPI sesuai program kerja HPI Pusat. Kedua penerjemah muda ini tampak antusias. Tampaknya akan ada pertemuan-pertemuan berikutnya untuk membahas agenda tersebut.