Perjalanan Hidup Seorang Anak Manusia
Pucuk dicinta ulam tiba. Mungkin pepatah ini sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saya alami ketika seorang teman menawari saya menulis sebuah buku biografi untuk mendiang ayahndanya. Saya memang ingin sekali menulis sebuah buku yang serius. Saat saya dihubungi, sang ayah baru sebulannya berpulang.
Kami pun ngobrol-ngobrol membicarakan hal tersebut. Saya ingin tahu siapa dan bagaimana ayahnya sehingga merasa perlu menulis sebuah buku untuk mendiang. Setelah ngobrol banyak, saya mengerti, amat mengerti, kenapa putrinya ingin membuatkan buku biografi untuk sang ayah tercinta. Saya bahkan merasa begitu bersemangat untuk segera mulai menulis. Entahlah, apakah saya yang terlalu perasa, dengan mendengar semua cerita sang anak, tiba-tiba saya merasa begitu dekat dengan mendiang. Saya merinding mendengar semua cerita anaknya.
Saya menyimpulkan mendiang adalah seorang pejuang, pejuang kehidupan. Tak heran keempat anaknya (dua lelaki dan dua perempuan) sangat menyayangi, mengagumi dan menjadikannya sebagai panutan mereka. Satu hal yang juga sangat berkesan bagi anak-anaknya adalah rasa sosial ayahnya yang sangat tinggi. Sang ayah mempunyai hobi membantu orang-orang walaupun orang itu tak dikenalnya
Jalan hidupnya begitu berliku tapi juga sangat sangat inspiratif. Mendiang Dewa Gede Sahadewa adalah anak kedua dari enam bersaudara dari keluarga yang bisa dibilang serba kekurangan. Melihat perjuangan berat orangtuanya dalam membesarkan anak-anaknya, Sahadewa kecil memutuskan untuk berhenti bersekolah saat duduk di kelas dua SMP tanpa sepengetahuan orangtuanya. Dia ingin memberi kesempatan pada adik-adiknya yang masih kecil-kecil. Karena putus sekolah, dia sempat merasa minder bergaul dengan teman-teman sebayanya dan berusaha menghindar dari mereka.
Tapi ada satu cita-cita besar dalam pikirannya: dia harus berhasil dalam hidupnya seberapa berat pun perjuangannya. Dalam usia yang sangat belia dia sudah bekerja keras untuk meringankan beban orangtuanya. Dia tak pilih-pilih pekerjaan. Perjalanan hidupnya penuh tantangan dan kepahitan tapi Sahadewa tak pernah kehilangan semangat. Sempat menjadi kuli bangunan ketika Denpasar Teater sedang dibangun sambil nyambi mengumpulkan barang-barang bekas sisa-sisa proyek bangunan untuk dibawa pulang dan dijual.
Takdir kemudian membawanya menjadi pedagang acung lukisan di daerah Kuta. Banyak kisah duka yang dialaminya saat itu, misalnya pernah diusir oleh petugas keamanan sebuah hotel ketika sedang menggelar dagangannya di area hotel tersebut. Pernah juga semua dagangannya diambil paksa karena dianggap berjualan di tempat terlarang.
Banyak lagi kisah menyedihkan yang dialaminya, tapi hal itu sama sekali tak menyurutkan semangatnya untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Almarhum juga pernah menjadi sopir angkot. Pernah juga masuk penjara karena menabrak seseorang ketika hendak mengantar ayahnya yang sedang sakit ke rumah sakit. Semua kisah tersebut akan saya tulis di buku biografi ini. Bagaimana perjalanan seorang anak manusia, dari bukan siapa-siapa menjelma menjadi seorang kolektor lukisan, pemilik galeri lukisan, pemilik Art Shop, pemilik hotel dan pemilik Museum dengan aset ratusan miliar. Di Museum ini selain menyimpan berbagai lukisan khusus gaya Batuan, di sini juga ada museum topeng. Memiliki museum adalah cita-cita terbesarnya karena mendiang ingin mempunyai sebuah wadah untuk menyimpan dan melestarikan semua jenis lukisan gaya Batuan dari berbagai generasi. Walaupun kalau dilihat dari sisi finansial, memiliki museum hampir tak menghasilkan materi yang sepadan dibanding biaya perawatannya., tapi tekadnya sudah bulat untuk berbuat sesuatu bagi dunia kesenian yang amat dicintainya, khususnya seni lukis.
Untuk membuat sebuah buku yang seakurat mungkin, saya harus menggali keterangan dari orang-orang dekatnya. Dalam beberapa kali wawancara dengan keluarganya, saya merasa amat terkesan dengan sikap low profile keluarga ini, yang begitu ramah dan simpatik. Walaupun secara materi bisa dibilang kehidupan mereka saat ini lebih dari cukup, tetapi gaya hidup mereka amat sederhana. Tidak ada kesan mewah atau glamour. Rupanya sang ayah berhasil mendidik putra-putrinya untuk selalu hidup sederhana dan tidak berlebihan. Ayahnya lebih menanamkan sikap sosial kepada lingkungan dan membantu orang-orang yang memang perlu dibantu tanpa pamrih.
Dalam beberapa kali sesi wawancara suasana emosional tak terhindarkan. Baik saat wawancara dengan istri dan putra-putrinya, juga saat wawancara dengan ibu kandung dan kakak perempuan serta adik lelakinya. Dengan suara tercekat menahan isak tangis, sang kakak menceritakan bagaimana sikap mendiang terhadap keluarga terutama adik-adiknya. Rasa tanggung jawabnya yang besar sebagai anak lelaki tertua membuatnya lebih mengutamakan kepentingan adik-adiknya dan menomorsekiankan kepentingan dirinya.
Semua perjalanan hidupnya akan dikisahkan dalam buku ini, hingga saat berpulangnya dalam usia yang relatif muda, enampuluh satu tahun. Cara berpulangnya memang amat mengejutkan dan membuat shock keluarganya. Dewa Sahadewa berpulang sesuai dengan apa yang dicita-citakannya. Beberapa kali mendiang bercerita kepada istrinya bahwa dia akan “moksa”. Memang, ‘moksa’ adalah salah satu ‘sradha’ dalam ‘Panca Sradha’ (lima keyakinan umat Hindu), walau demikian sang istri tak percaya dengan ucapanya suaminya dan menganggap itu hanya candaan belaka.
Tapi, ketika almarhum benar-benar pergi dalam meditasinya, dalam keadaan sehat, siapa yang sanggup menerima dan menanggung perasaan duka itu? Memang almarhum sudah berhasil mewujudnya seluruh cita-cita masa mudanya. Juga sudah menunaikan tugas-tugas duniawinya yaitu membesarkan anak-anaknya, memberikan pendidikan terbaik (hingga kuliah di luar negeri) dan menyiapkan materi yang tidak sedikit. Tetapi, bisakah itu menghibur kedukaan mereka yang tiada tara saat ditinggal pergi selamanya secara mendadak? Yang paling membuat putra-putrinya menyesal dan sedih adalah mereka merasa belum melakukan sesuatu untuk ayahndanya, sang ayah sudah keburu pergi. Selamanya.
Bagaimanakah perjalanan spiritualnya hingga almarhum berhasil mencapai cita-citanya untuk pergi menghadap-Nya sesuai dengan cara yang diinginkannya?
Semuanya ada di buku biografi yang sedang saya tulis ini. Sebuah kisah perjuangan anak manusia yang tak kenal lelah dalam menggapai cita-citanya. Sangat inspiratif dan menggugah.
Anonymous
October 30, 2016 @ 12:29 pm
4.5