Select Page

Lomba pertama yang saya ikuti di milis Bahtera yaitu lomba menerjemahkan sebuah puisi kuno yang berjudul “Yellow Daffodil”. Ngga dapat juara sih…karena bersaing dengan penerjemah-penerjemah profesional. Tetapi yang penting bisa mendapat pengalaman dalam mengikuti lomba.

 

YELLOW DAFFODIL

 

Gray was the morn, all things were gray,
T’was winter more than spring;
A bleak east wind swept o’er the land,
and sobered everything.
 

Gray was the sky, the fields were gray,
The hills, the woods, the trees –
Distance and foreground – all the scene
Was gray in the gray breeze.

Gray cushions, and a gray skin rug,
A dark gray wicker tray,
Gray were the ladies’ hats and cloaks,
And gray my coat and cap.

A narrow, lonely, gray old lane;
and lo, on a gray gate,
Just by the side of a gray wood,
A sooty sweep there sat!

With grimy chin ‘twixt grimy hands
He sat and whistled shrill;
And in his sooty cap he wore
A yellow daffodil.

And often when the days are dull,
I seem to see him still –
The jaunty air, the sooty face –
And the yellow daffodil.

 

Terjemahan :

BAKUNG KUNING

Pagi yang suram, semua kelabu

Saat musim dingin melebihi musim semi

Angin timur yg suram menyelimuti bumi

Dan semua kelabu

 

Langit muram, bumi suram

Bukit-bukit, hutan, pohon-pohon

Dikejauhan dan disini – semuanya

Hanya kemuraman dalam hembusan angin yang kelabu

 

Bantalan abu, dan permadani kelabu

Sebuah dulang anyaman kelabu

Sekelabu topi dan jubah para perempuan

Dan sekelabu mantel dan topiku

 

Jalan setapak yang muram, sempit, sepi

Dan oh, pada gerbang yang suram

Hanya berdinding kayu muram

Sebuah sapu berjelaga disana!

 

Dengan dagu dan tangan yang amat kotor

Dia duduk dan bersiul nyaring

Dengan topi kotor yang dikenakannya

Setangkai bunga bakung kuning

 

Dan saat hari-hari yang membosankan

Nampaknya aku masih melihatnya

Suasana riang, wajah berjelaga

Dan bunga bakung kuning