Terpaksa Menolak
Kemarin saya menerima telpon dari sebuah penerbit yang menanyakan apakah saya bersedia menerjemahkan sebuah buku tentang Pengembangan Kepribadian. Sebelum menjawab bisa atau tidak, terlebih dulu saya menanyakan tenggat waktu dan beberapa ketentuan lainnya. Untuk lebih jelasnya saya minta yang bersangkutan agar mengirimkan semua ketentuannya ke alamat email saya.
Beberapa saat kemudian, email dari penerbit tersebut masuk ke inbox.
—————————–
Salam mbak Pusparini
Berikut saya kirimkan naskah yang berjudul XXXXXXXX.
Tebal naskah 240 halaman, jadi deadline 24 hari ya mbak,
Tolong pengiriman naskah hasil terjemahannya 2 kali ya mbak, buat mempercepat proses editing di kita mbak.
halaman 1-129 dikirim tanggal 26 Mei, halaman 130-selesai dikirim tanggal 3 Juni
Untuk honor sesuai di kita Rp 7/karakter tanpa spasi.
Terimakasih.
Setelah membaca email tersebut saya langsung membalasnya.
Salam Mas ZZZZZZ,
Terima kasih atas emailnya dan terima kasih telah menghubungi saya. Saya sudah membaca dengan saksama ketentuan dari Mas. Tapi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, rate dan deadline yang diberikan kepada saya terlalu ketat.
Rate terakhir saya minimal Rp. 11/karakter tanpa spasi. Dan untuk naskah setebal 240 halaman, tenggat waktu yang biasa saya dapatkan minimal 1,5 bulan. Untuk itu, sekali lagi saya mohon maaf, dengan ketentuan seperti apa yang Mas berikan saya belum bisa menerimanya.
Walaupun hari ini kita belum bisa kerjasama, mudah-mudahan di hari lain masih ada kesempatan untuk itu. Sekali lagi terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Salam,
Desak Pusparini
—————————–
Sungguh, saya sebenarnya tidak enak hati untuk menolak, tapi dengan segala hormat saya terpaksa menolaknya. Semoga penerbit tersebut memahami penolakan saya.