REUNI TRISMA: EMPAT WINDU MEMENDAM RINDU
Tanggal 16 Januari kemarin benar-benar hari yang ‘bersejarah’, setidaknya bagi saya. Betapa tidak, setelah 32 tahun berpisah, akhirnya kami, alumni TRISMA (SMA 3 Denpasar) angkatan kelima, bisa berkumpul kembali.
Tentunya tidak mudah bagi panitia untuk mengumpulkan para alumni yang sudah menyebar ke seantero nusantara, bahkan ke luar benua. Syukurnya ada media sosial yang sangat membantu penyebaran informasi reuni ini.
Saya sendiri sedapat mungkin berusaha hadir di samping ingin ketemu teman-teman masa SMA juga karena sangat menghargai usaha keras panitia dalam mewujudkan acara reuni ini. Saya pikir, teman-teman yang di seberang lautan saja berusaha hadir, masa saya tidak. Padahal esok harinya, saya ada gawe di rumah yang mengharuskan saya membuat persiapan sehari sebelumnya. Tapi saya pikir lagi, pulang reuni saya bisa begadang untuk melakukan persiapan-persiapan tersebut.
Acara reuni bertempat di Istana Taman Jepun, Jln. Hayam Wuruk. Acara dimulai pukul lima sore sampai selesai. Saya sendiri sebenarnya belum tahu di mana persisnya lokasi tersebut. Saya sudah mencoba search di Google, tapi yang muncul beberapa nama yang mirip-mirip dengan alamat yang berbeda. Agak bingung juga jadinya. Saya sadar diri punya “penyakit” sering nyasar setiap mencari alamat baru.
Akhirnya saya memberanikan diri bertanya di grup WA, dan minta agar mereka ‘share location’. Saya tahu risikonya, beberapa teman pasti akan menertawakan saya karena pertanyaan tersebut. Lebih baik menanggung malu dari pada tersesat di jalan. Alias, malu bertanya sesat di jalan. 😀
Salah satu panitia langsung merespon dan memberikan petunjuk yang super duper jelas. Lengkap dengan beberapa foto yang mendukung petunjuk tersebut. Clear!
Pukul lima lebih sedikit saya tiba di lokasi. Benar saja, begitu melihat saya, beberapa teman langsung menggoda.
“Desak emang tinggal di planet mana sih? Masa mencari tempat ini aja minta share location?”
Yang lain menimpali, “Coba bayangkan! Desak yang tinggal di Denpasar minta share location. Mending tinggal di luar Bali, masih bisa dimaklumi.”
Saya hanya bisa cengar-cengir malu. Iya, mungkin saya memang keterlaluan. Padahal jalur Hayam Wuruk ini pernah jadi jalur rutin saya selama tiga tahun saat anak sekolah di TK Kuncup Bunga (setahun di Play Group, setahun di TK Kecil dan setahun di TK Besar). Lokasinya tak jauh dari Istana Taman Jepun. Bahkan kampus saya (Warmadewa) juga terletak di kawasan tersebut. Tapi, saya punya pembelaan, zaman itu Istana Taman Jepun belum berdiri. Jadi, wajar kan kalau saya tidak tahu? 😀
Acara malam itu sungguh seru. Bayangkan, setelah 32 tahun tak ketemu akhirnya kami berkumpul kembali. Ada beberapa teman yang wajahnya tak berubah sama sekali. Awet muda banget! Tapi ada juga yang penampilannya benar-benar berubah yang membuat saya nyaris tak mengenalinya. Yah, maklumlah, 32 tahun, loh!
Mantan Kepala Sekolah kami, Bapak Putu Sedana juga berkenan hadir dan memberikan sambutannya. Saya tak pernah lupa dengan beliau. Sangat karismatik. Dalam usianya yang menjelang 80 tahun, penampilannya masih gagah dan enerjik. Suaranya masih lantang. Saya ingat sekali, beliau sangat rajin keliling ke kelas-kelas, dan kalau ada jam kosong di kelas (karena guru yang mestinya mengajar berhalangan hadir), beliau akan mengisi jam kosong tersebut.
Tak pernah lepas dari ingatan bahwa saat itu SMA 3 Denpasar identik dengan sepeda gayung. Ada peraturan anak-anak tidak boleh mengendarai sepeda motor ke sekolah. Jadi, sebagian besar murid mengendarai sepeda gayung atau naik angkutan umum. Saya termasuk yang naik angkutan umum (bemo). Semua kenangan masa SMA langsung bermunculan begitu melihat teman-teman.
Ah, masa-masa SMA memang yang paling melekat dalam ingatan, walaupun saat itu saya tak pernah punya pacar di sana, hahaha.
Acara malam itu dimeriahkan oleh penyanyi Bogi Prasetyo (yang saya tahu juga seorang pianis/keyboardis) bersama dua temannya. Selain Bogi cs, acara juga dimeriahkan oleh spontanitas teman-teman yang menyumbangkan suara emasnya. Jadi menyesal saya tak ikut sumbang suara. 😀
Tentu saja yang tak boleh terlewatkan adalah acara foto-foto bersama. Ada sesi foto per kelas, kemudian ada sesi foto bersama (gabung semua kelas).
Pukul 10 acara ditutup dan dilanjutkan dengan acara bebas. Saya tak ikut di acara bebas karena anak saya SMS: “Ibu mau pulang jam berapa?” Iyaa, izinnya hanya sampai pukul 10 aja sih.
Oh, ya, ada beberapa teman yang bertanya, kenapa saya lama tak menulis di blog. Berarti mereka mengikuti blog saya? Ah, tersanjungnya saya. 😉
Benar, saya akui cukup lama tak menulis (baik di FB atau di blog) karena ada beberapa kesibukan dan pekerjaan. Ah, tampaknya saya yang kurang bisa mengatur waktu. Padahal ada banyak hal yang ingin saya tulis. Mulai sekarang mau nulis lagi, ah. Nulis, nulis dan nulis.
Akhir kata, terima kasih untuk semua panitia, karena atas kerja kerasnya kita bisa berkumpul kembali. Tempatnya oke banget, makananya apa lagi. Enak-enak bingitz!
*Menunggu reuni berikutnya*