PROFIL: RAI RIDARTHA, SANG BIROKRAT YANG HOBI NULIS
Tiga puluh dua tahun bukanlah waktu yang pendek. Seperempat abad lebih. Bertemu dan berkumpul kembali dengan teman-teman SMA setelah sekian puluh tahun berpisah sungguh menyenangkan! Delighted! Memori masa-masa SMA yang terkubur sekian tahun langsung muncul kembali. Dulu saya termasuk anak yang cukup pendiam, sekarang juga, sih. 😀
Salah satu teman yang hadir saat reuni kemarin adalah I Made Rai Ridartha yang juga punya nama alias Rai de Romeo. Awalnya saya sempat lupa, tapi pelan-pelan saya teringat dan mengenali kembali dengan baik teman-teman yang hadir. Kalau tidak salah ingat, saya hanya sempat setahun sekelas dengannya. Setelah penjurusan, kami pisah kelas. Rai masuk kelas IPA3 dan saya masuk kelas IPA1.
Lalu, apa yang berkesan dengannya? Kenapa mengangkat profilnya dalam tulisan ini? Karena dia suka nulis! Saat reuni kami hanya sempat ngobrol sebentar. Kami tak sempat ngobrol lama karena ada begitu banyak teman sehingga tak mungkin bisa ngobrol lama hanya dengan satu orang. Ditambah lagi kesibukannya sebagai salah satu panitia membuatnya harus banyak “cagcag-cigcig” alias harus pergi kesana-kemari. Setelah usai reuni, obrolan berlanjut via online. Dari obrolan inilah saya kemudian tahu bahwa bapak dari dua anak (satu putra satu putri) yang sudah remaja ini ternyata mempunyai hobi menulis. Juga menulis puisi.
Tak tanggung-tanggung, Rai sudah menyelesaikan beberapa buah buku. Mengetahui hal ini, saya tambah tertarik untuk mengorek keterangan lebih banyak darinya. Karena, saya selalu kagum pada penulis buku. Menulis buku itu tidak gampang dan tidak setiap orang bisa melakukannya. Ada banyak orang yang ingin menulis buku dan begitu bersemangat ketika memulai. Tapi ketika sampai di pertengahan, mendadak seperti kehabisan kata-kata. Ini masalah stamina, stamina menulis, tak setiap orang punya stamina bagus dalam menulis. Atau bisa jadi tiba-tiba terganggu oleh ide lain yang muncul begitu saja di kepala. Kacau kan? Akibatnya, satu buku pun tak kunjung usai. Yang ada hanyalah calon-calon buku yang entah kapan akan selesai. *curcol*
Jadi, seorang penulis buku itu harus punya stamina yang kuat dalam menulis, disiplin tinggi dan tak mudah tergoda oleh ide lain sebelum buku yang digarapnya selesai. Itu menurut saya, lho. 😀 Nah, semua itu tampaknya ada pada sosok bapak pejabat ini.
BUKU-BUKUNYA
Ada beberapa judul buku yang telah diselesaikannya. Ada juga beberapa yang sedang dalam proses penyelesaian. Produktif sekali kan? Menurut pengakuannya, biasanya dia membuat judul terlebuh dahulu, kemudian barulah menulis isinya. Berikut adalah beberapa judul bukunya.
- Berpikir dan Bertindak (Think and Act)
- Eksplorasi Ruang Pikir Anak Manusia
- Mata Hati
- Mencari Jejak Sang Pemimpin
- Mutiara Kata Para Sahabat Facebookers
- Negosiate With Destiny (Bernegosiasi dengan Nasib)
- Pengantar Analisis Kecelakaan Lalu Lintas’
- Relationship (From Nobody into Everybody)
- Toleransi Sang Pribadi
- Kumpulan Pemikiran
- Dawai-dawai Kasih
Semua buku tersebut belum ada yang diterbitkan secara resmi. Rai menyimpan karyanya hanya sebagai koleksi pribadi atau memperbanyaknya sendiri untuk diberikan kepada teman-temannya yang tertarik. “Hanya untuk mengisi rak buku saya saja,” selorohnya ketika saya bertanya kenapa tidak dipublikasikan saja.
Saya mengejarnya dengan pertanyaan kenapa tak mencoba membawanya ke sebuah penerbit? Menurutnya, menulis adalah hobinya yang tujuannya hanya untuk menuangkan isi pikirannya, gagasan-gagasannya dan opininya plus menyalurkan hobi, tentu saja. Dia belum berpikir serius untuk mempublikasikannya. Katanya banyak yang perlu diperbaiki dengan kata lain naskah-naskah tersebut perlu disunting lagi dengan lebih serius.
Saya bilang, “Lho, kalau perlu penyunting, kan ada saya.” Ciyusss! 😀 Tentu saya dengan senang hati menjadi penyunting karya-karyanya.
Tapi sungguh, menurut saya ada beberapa bukunya yang layak untuk dipublikasikan. Siapa tahu para pembaca bisa mengambil manfaat dari buku-buku tersebut kan? Oh, ya, dia mendesain sendiri cover buku-bukunya.
Pembicaraan kami kemudian makin serius dan Rai berjanji untuk menunjukkan buku-bukunya pada saya. Kami kemudian bertemu sekali lagi untuk sesi wawancara dan Rai membawa semua bukunya. Saya belum membaca semuanya, hanya sempat membaca sekilas-sekilas. Tapi ada satu bukunya yang telah selesai saya baca yaitu “Negosiate with Destiny.” Buku ini bercerita tentang kisah seorang anak manusia yang jalan hidupnya begitu tragis, penuh onak dan duri. Tapi dia menghadapi semuanya dengan tegar dan sikap tangguh. Buku ini ditulis ala novel dengan gaya bahasa yang ringan sehingga enak dibaca. Menurut Rai ini adalah satu-satunya buku yang paling cepat penyelesaiannya. Hanya semalam! Dan saya pun selesai membacanya dalam sekejap pula. Buku ini memang tak terlalu tebal.
PENDIDIKAN FORMAL YANG TAK BERHUBUNGAN
Kalau dilihat dari pendidikan formalnya, tak ada yang menjurus ke dunia penulisan. Setelah menyelesaikan SMA-nya di SMA 3 Denpasar, Rai melanjutkan pendidikan di Diploma III STTD (Sekolah Tinggi Transportasi Darat) Jakarta. Kemudian lanjut ke Diploma IV di lembaga yang sama. Karir pertamanya berawal di Jakarta yaitu di Perum PPD Jakarta. Sudah banyak jabatan yang diembannya sebagai abdi negara di beberapa daerah di Indonesia. Setelah di Jakarta, dia pernah bertugas di Kanwil Perhubungan Jatim, sebelum akhirnya pulang kampung sebagai Kuasa Kanwil Perhubungan VIII di Bali. Setelah itu sempat bertugas di Kanwil Perhubungan di beberapa daerah di Bali.
Satu lagi yang menarik dari sosok seorang Rai adalah obsesinya untuk mengejar pendidikan akademis setinggi-tingginya. Rupanya belajar juga menjadi salah satu hobinya. Setelah menyelesaikan pendidikan S-2 di University of South Australia, Adelaide, mengambil jurusan Transport Systems Engineering, Rai masih berniat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan S-2, Rai masih sempat mengikuti pendidikan lagi yaitu Diploma Public Management and Urban Governance, IHS, Rotterdam.
Semangat belajarnya yang tinggi patut diacungi jempol. Selain mengikuti pendidikan formal, Rai juga mengikuti beberapa course yang berhubungan dengan pekerjaannya, antara lain Vehicle testing Equipment, Haldenwang, Germany (tahun 1996), Urban Transport, Lund University, Sweden (tahun 2009) dan Road Safety, JAR, Japan (tahun 2010). Plus dua lagi di dalam negeri, yaitu PPNS Perhubungan Darat, Jakarta dan TOT Perhubungan Darat, Jakarta.
BERAGAM GENRE
Yang menarik dari karya-karya tulisnya adalah tak terpaku hanya pada satu genre. Dari sekian buku yang ditunjukkan pada saya, hampir semuanya mempunyai genre yang berbeda. Mulai dari buku serius, fiksi, kumpulan puisi sampai kumpulan kata-kata mutiara. Lengkap deh!
Profesinya sebagai Ahli Transpostasi Darat tidak mengenyampingkan hobi menulisnya. Selain membuat buku, Rai juga rutin menulis di Harian Bali Post dengan topik yang sesuai keahliannya di bidang Transportasi Darat. Dia juga merangkum semua tulisannya yang pernah dimuat di media massa dalam sebuah buku. Tapi yang dirangkumnya adalah tulisan aslinya yang belum disentuh tangan penyunting.
Selain menulis, pria jangkung ini juga gemar berorganisasi. Dia aktif di beberapa organisasi, antara lain di klub penggemar VW karena dia juga ‘penggila’ mobil VW. Pernah tercatat sebagai Sekjen Volkswagen Division (BVD) dan Koordinator Legal Volkswagen Indonesia Asosiasi.
MENULIS SETIAP ADA KESEMPATAN
Mengenai tempat menulis, Rai bisa menulis di mana saja. Setiap tempat, setiap waktu selalu memberinya inspirasi untuk menulis. Tempat itu bisa di bandara, bisa dalam pesawat, bisa di kereta, atau bisa di mana saja, dalam suasana apa pun. Salah satu puisinya yang berjudul “MATI”, ditulisnya ketika mertuanya berpulang, dia menulis di sela-sela persiapan upacara pengabenan mendiang.
*********
MATI
Mati….ketika mati bukanlah tujuan
Dia datang tanpa memberi kabar
Hanya bisa pasrah ketika dijemput
Apapun tak dapat menghalanginya
Mati…bukan hukum kuasanya manusia
Ia hanyalah milik Sang Pencipta
Jika datang tak bisa ditolak
Diminta pun tak kan segera datang
Mati…kata yang paling ditakuti
Bagi mereka pada umumnya
Karena biasanya tidak menyenangkan
Karena sering sangat menyakitkan
Mati…Ada juga yang sangat berharap
Bahkan hingga memohon mohon
Untuk segera datang dijemput
Membawa pergi menghindari dunia
Mati…segera ditunggu bagi yang kalah
Untuk mereka yang sudah pasrah
Tak lagi mampu berpikir jernih
Mematikan diri sendiri walau bukan kuasanya
Mati…. kata yang membuat semua jadi seram
Yang juga jadi senjata
Agar mereka dikatakan berani
Menghadapi sesuatu hingga mati
Mati…kata yang pasti ada
Pada setiap manusia biasa maupun luar biasa
Hanya waktu yang membedakan
Hanya kapan, di mana dan bagaimana caranya
*********
Dan, di antara kesibukan pekerjaannya yang demikian tinggi, dia masih sempat menulis, menulis dan menulis. Duh, harusnya saya malu nih, karena buku saya tak satu pun ada yang selesai. Semuanya nunggak alias berhenti di tengah jalan.
Selamat berkarya, Rai. Semoga sukses selalu. Ditunggu buku-buku berikutnya. 🙂