Saya Bukan Transcriptionist
Sore itu saya baru saja pulang kantor dan hendak mandi ketika suami
memanggil saya dan mengatakan ada seseorang yang mencari saya. Ternyata
tetangga sebelah yang bekerja di Kantor Kehakiman. Kedatangannya
sore itu menemui saya karena hendak menerjemahkan sesuatu. Saat itu
kira-kira pukul 18.00. Tadinya saya kira dia akan memberikan saya data
yang akan diterjemahkan berupa print out karena saya lihat dia
memegang kertas. Ternyata saya salah, karena kertas itu hanyalah
pembungkus dari sebuah benda. “Ohh…flashdisk“, pikir saya, berarti
datanya berupa file softcopy. Eh…saya salah, bukan flashdisk, tapi
kaset!
“Bu…ini ada rekaman wawancara dalam bahasa Inggris, tolong
diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Saya harus membuat laporan tentang
isi wawancara ini dan besok pagi harus sudah saya serahkan ke atasan
saya”
Saya cukup kaget mendengar ucapannya, karena selama ini sebagai
penerjemah pemula yang saya terjemahkan adalah teks tertulis bukan
suara, apalagi sebuah rekaman.
“Pak, selama ini saya hanya menerjemahkan teks tertulis, belum pernah
menerjemahkan rekaman suara”, saya berusaha menjelaskan.
“Tolonglah saya, saya harus menyerahkan laporan ini besok. Ini penting
sekali.” Dia mendesak dengan nada memelas. Berkali-kali. Dan kelemahan
saya yang paling besar adalah tidak kuasa menolak orang yang minta
tolong.
“Baik, pak, saya akan berusaha tetapi saya tidak berjanji pasti bisa.
Saya akan dengarkan dulu, kalau ternyata suaranya cukup jelas, saya
akan coba menerjemahkan.”
Kendala berikutnya adalah tape untuk memutar kaset itu. Saya tidak
punya tape, hanya ada VCD/DVD player, dan dia sendiri juga tidak
punya. Bapak itu kemudian menelpon seseorang untuk meminjam tape, dan
akhirnya datanglah seseorang menenteng tape compo.
Saya sudah mikir, wah…alamat begadang sampai pagi nih, karena kaset
2 sisi itu berdurasi 2 x 30 menit. Tapi melihat tampilan tape itu yang
nampaknya cukup usang…saya tidak yakin tape itu bisa berfungsi
dengan baik.
Dan benar saja, setelah dicoba, suara yang keluar sama sekali tidak
jelas, Yang terdengar hanya suara gaduh, apakah kasetnya yang rusak
atau tapenya. Entahlah, yang jelas sudah dicoba berulang-ulang tetap
tidak mau. Dia nampak kebingungan dan agak panik. Akhirnya saya
jelaskan bahwa saya tidak mungkin bisa menerjemahkan isi kaset itu.
Bagaimana bisa, didengarkan saja tidak bisa.
Tapi terlepas dari itu semua, saya cukup bersyukur tape itu rusak.
Karena saya tidak yakin bisa menerjemahkan isi kaset itu dalam
semalam. Apalagi saya belum pernah menerjemahkan suara. Sementara
orang itu mendesak saya harus bisa, dan saya tidak bisa berkata tidak.
Di tengah situasi itu, rupanya ada faktor X yg ikut bermain, sehingga
saya tidak perlu melakukan penolakan dan juga tidak perlu begadang
sampai pagi.
(Mata kuliah Listening sampai sekarang pun belum saya ambil, karena
merasa “telinga saya belum siap”. 🙂