Skip to content

Perlunya keterampilan menulis bagi para guru

Saya mempunyai beberapa murid privat komputer yang berprofesi sebagai guru. Ada Ā guru TK, SD, SMP dan SMA. Lengkap. Bisa dibilang sebagian besar murid-murid saya adalah guru. Kenapa demikian? Karena masing-masing murid tersebut mengajak teman, jadi berantai, gitu. šŸ˜€ Konon, guru-guru yang sudah tak muda itu senang diajar oleh saya yang (konon lagi) sangat sabar dalam mengajar mereka. Akhirnya, mereka merekomendasikan saya pada teman-temannya.

Mereka memang guru-guru senior yang mempunyai semangat tinggi untuk belajar komputer meskipun pada awalnya mereka merasa Ā terpaksa Ā karena tuntutan kebutuhan.

Berawal dari hubungan guru-murid tersebut, sebagian dari mereka kemudian menjadi klien saya ketika ada modul-modul yang harus diterjemahkan. Di samping itu saya juga banyak diminta untuk menyunting karya tulis mereka. Beberapa di antaranya sedang melanjutkan kuliah jenjang S-2. Sebagai mahasiswa pasca sarjana tentu saja mereka banyak mendapat tugas-tugas kuliah antara lain harus membuat karya tulis.

Nah, dari sinilah saya bisa melihat betapa kemampuan menulis mereka perlu disempurnakan terutama dalam tertib berbahasa.

Berikut saya salin satu paragraf tulisan salah satu dari mereka.

Pembelajaran terpadu ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang latar belakang perlunya pembelajaran terpadu di lihat dari karakteristik pembelajaran ditaman kanak-kanak dan karakteristik pengembangan anak usia taman kanak-kanak.Selain mempelajari modul secara mandiri mahasiswa dapat megikuti kegiatan tutorial,kemampuan mahasiswa akan di nilai memakai tugas tutorial dan UAS.

Kalau kita perhatikan, dalam satu paragraf saja sudah ada begitu banyak kesalahan apalagi dalam satu bab. Saya bukan ahli bahasa, tapi saya bisa melihat beberapa kesalahan di atas begitu mendasar. Mereka tidak bisa membedakan kapan Ā “di” digunakan sebagai awalan dan kapan sebagai penunjuk tempat. Menurut saya ini fatal. Kesalahan fatal lainnya adalah penulisan tanda baca (titik atau koma) ditulis tanpa jarak spasi dengan kata berikutnya. Bayangkan, bagaimana beratnya mengedit tulisan seperti ini. šŸ™

Kemudian dalam penulisan titel mereka juga banyak salah.

Contoh: Ni Wayan Suryani ,S.pd.M.pd.

Mestinya: Ni Wayan Suryani, S.Pd., M.Pd.

Dan masih ada banyak kesalahan-kesalahan jenis lain.

Coba, gimana saya ngga mau nangis mengedit tulisan yang seperti ini. Mending cuma 2-3 halaman, tapi kalau tesis? Hikss….

Anak saya yang melihat saya kerja sambil menarik napas panjang berkali-kali bilang: Ā “Minta bayaran lebih aja, Bu.”

Ini bukan soal bayarannya. Kebetulan selama ini para guru tersebut tidak pernah mengeluhkan bayaran. Ā Berapa pun yang saya minta mereka tak pernah menawar. Justru menghadapi orang-orang seperti ini saya jadi tak tega menagih banyak. Akhirnya saya kasih mereka diskon.

Ini soal kemampuan dan keterampilan menulis mereka. Itulah sebabnya saya berpikir, kenapa mereka tidak diberi pelatihan saja? Tapi bagaimana caranya? Lewat mekanisme apa ya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *