Belajar Etika Penerjemahan
Sebagai orang yang baru mulai memasuki dunia penerjemahan secara
profesional, saya belum tahu terlalu banyak tentang etika
penerjemahan. Ketidaktahuan itu membuat saya berhati-hati dalam
bertindak. Apalagi yang berhubungan dengan editor dan penerbit.
Maklumlah, sebelum ini saya lebih banyak menerjemahkan modul-modul
kuliah mahasiswa pascasarjana, yang notabene saya bertatap muka
langsung dengan klien, dan hampir semuanya saya kenal cukup dekat, karena sebagian besar tetangga di kompleks perumahan saya.
Kalau pun ada klien yang betul-betul orang baru, pastilah klien
tersebut diperkenalkan oleh klien lama. Jadi, di sini tidak ada peran
editor atau orang ketiga.
Ketika pertama kali berhubungan dengan penerbit dan editornya, saya
banyak bertanya dengan para senior bagaimana etika berhubungan dan
berkomunikasi dengan editor. Saya paling takut melanggar etika dan
membuat orang kecewa, jadi lebih baik saya agak rewel bertanya. Terima
kasih dan maaf untuk Mbak Rini Nurul Badariah yang paling sering
diganggu oleh kerewelan saya. GBU always, Mbak 🙂
Seperti ketika saya menerjemahkan sebuah novel thriller detektif, ada
satu kejadian/adegan di mana penulis menggambarkan keahlian seorang
detektif seperti seseorang di dunia nyata, yaitu seorang matematikawan
dari Amerika yang ahli dalam bidang teori permainan dan ahli
memecahkan kode seperti yang sedang dilakukan oleh sang detektif pada
saat itu. Hanya saja ada yang mengganjal saya yaitu nama matematikawan
yang disebut dalam novel tersebut adalah Sam Nash, sementara nama yang
sebenarnya sependek pengetahuan saya dan hasil dari googling untuk
lebih meyakinkan adalah: John Nash. Ada perbedaan nama depan.
Saya lama berpikir, apa yang harus saya lakukan dengan nama ini?
Apakah dibiarkan begitu saja sesuai teks asli di novel tersebut?
Walaupun nama tersebut jelas-jelas salah (setidaknya menurut saya)?
Kalau dibiarkan, saya sendiri merasa tidak tenang. Akhirnya saya
bertanya ke Milis Penerjemah Buku dan menceritakan permasalahannya.
Dari milis inilah saya mendapat input, bahwa sebaiknya tanyakan saja
langsung kepada si pengarang kalau memang ada yang meragukan dalam
novel tersebut. Saya bertanya, siapakah yang lebih pantas bertanya
kepada si pengarang, penerjemah atau editor? Saya khawatir
menyalahi/melangkahi wewenang editor. Kemudian para
senior di sana memberi penjelasan bahwa sebaiknya penerjemah
menyerahkan terjemahan sesempurna mungkin tanpa catatan untuk editor.
Dengan kata lain editor akan senang sekali kalau terjemahan yang
diterimanya sudah ‘bersih’ tanpa ada catatan. Jadi, kalau memang ada
sesuatu yang meragukan si penerjemah bisa berhubungan langsung dengan
si pengarang tanpa harus menunggu editor.
Setelah mendapat penjelasan yang panjang lebar dari para senior
(penerjemah yang terkadang berperan sebagai editor juga), maka saya
tidak ragu lagi untuk menghubungi pengarang. Di era internet ini,
sudah bisa dipastikan setiap pengarang pasti mempunyai situs pribadi dan
kita bisa menemukannya dalam beberapa detik melalui mesin pencari.
Akhirnya saya menemukan alamat email si pengarang, dan saya langsung
mengiriminya surat minta klarifikasi tentang nama matematikawan
tersebut. Besoknya saya langsung menerima jawabannya.
Hi Desak,
Yes, that was a typo that was corrected in later issues.
Thanks for reading! So glad you enjoyed the book!
Ohh, alangkah leganya, hilang sudah ganjalan saya.
Anonymous
November 30, -0001 @ 12:00 am
Mbak Ana, terima kasih sudah mampir ke blog saya yang sangat sederhana ini :-)Menjawab pertanyaan Mbak Ana, menurut saya pribadi itu tidak masalah sepanjang tidak ada peraturan yang melarang menerjemahkan buku tersebut tanpa seijin si pemilik 🙂