Sebuah Pelajaran Rasa Kehilangan dari Seekor Binatang
Sebulan yang lalu, tepatnya 30 Mei 2010, Bingo anjing kesayangan kami tiba-tiba mati mendadak. Kaget dan sedih karena dia sama sekali tidak sakit atau ada gejala sakit. Beberapa menit sebelumnya masih menggonggong seperti biasa bila ada tamu atau ada orang yang datang ke rumah. Seperti pada pagi itu ada seorang kerabat yang berkunjung ke rumah, untuk menengok ibu mertua yang kebetulan datang dari kampung dan menginap di rumah saya
Setelah tamu itu kami sambut dan dipersilahkan masuk, maka Bingo pun berhenti menggonggong setelah melihat kami ngobrol dengan tamu itu. Seolah dia mengerti dan berpikir, ”Oh…dia kerabat dari tuanku rupanya.” Kemudian dia pun duduk manis kembali sambil sesekali memperhatikan kami dan tetap awas kalau-kalau ada tamu lain datang lagi.
Saat kami asyik ngobrol tiba-tiba dia melengking dengan suara tinggi, kemudian tubuhnya langsung terguling. Dengan secepat kilat saya langsung lari mendekatinya, mengangkat badannya dan menaruh dipangkuan saya. Saya berusaha keras menyadarkannya, menepuk-nepuknya pelan sambil memanggil-manggil namanya. Anak saya juga berlari mendekat sambil menangis, dan berteriak-teriak memanggil namanya, mengusap-usap bulunya. Tapi Bingo sama sekali tidak bergerak. Suami saya langsung menelpon dokter hewan langganan kami. Sambil menunggu dokter, saya tetap memangkunya, menepuk-nepuk pelan badannya sambil tetap memanggil-manggil namanya.
Kurang lebih lima belas menit kemudian dokter datang dan langsung memeriksanya. Kami bertiga, saya, anak dan suami menatap dokter hewan itu dengan penuh harap. Setelah selesai memeriksa dokter itu berkata dengan pelan bahwa Bingo sudah mati. Kami tidak percaya, dan memintanya memeriksa ulang dengan lebih teliti. Hasilnya tetap sama. BINGO MATI.
Saya tidak kuasa menahan air mata, yang sedari tadi berusaha ditahan-tahan. Anak sayapun berusaha menahan sedihnya, berusaha menghentikan suara tangisnya, tapi air matanya deras mengalir. Kami semua terdiam, saya dan anak saya tetap mengelus-elus bulunya yang halus mengilap.
Saya sangat penasaran dan bertanya kepada dokter itu apa sebenarnya penyebab kematiannya. Dokter itu menjelaskan, setelah dia melengking tinggi tadi, aliran darah ke jantungnya langsung berhenti yang disebabkan oleh cacing jantung. Pada saat Bingo menggonggong dengan heboh ketika ada tamu tadi, jantungnya bekerja lebih keras dan aliran darah pun makin meningkat. Ketika aliran darah begitu cepat, cacing jantung ini menutup klep jantungnya sehingga otomatis aliran darah plus oksigen ke jantung terhenti. Saat itulah Bingo mengeluarkan suara lengking tinggi dan langsung mati.
Saya tanya, kenapa dokter tidak pernah bilang bahwa ada penyakit cacing jantung? Karena selama ini, semua anjing saya sudah diimunisasi lengkap, vaksinasi lengkap, termasuk juga vaksinasi tahunan. Dokter itu bilang bahwa penyakit cacing jantung ini baru diketahui keberadaannya. Saya tanya apa solusinya untuk preventif mengingat saya masih punya dua anjing lagi. Dokter mengatakan bahwa setiap 3 bulan sekali anjing harus diberikan sebuah tablet khusus untuk pencegahan penyakit cacing jantung ini. Saat itu juga saya minta tablet untuk 2 anjing saya yang masih ada.
Mungkin ada yang menganggap saya terlalu berlebihan dengan kematian anjing ini. ”Ah…hanya seekor anjing saja sampai segitunya.” Saya memang sangat sedih waktu itu, bukan bermaksud ”memanusiakan anjing”. Kami sekeluarga penyayang binatang, terutama anjing. Kami memelihara dan merawat kesehatannya dengan baik. Khusus untuk Bingo ini, saya seperti mempunyai ”ikatan batin” yang kuat, karena sayalah yang membantu kelahirannya. Kira-kira tiga setegah tahun yang lalu, saat si Rosi, induknya Bingo melahirkan di pagi buta, tentu agak susah memanggil dokter jam sekian. Melihat sang induk kesakitan, dan berputar-putar tidak jelas, saya merasa kasihan sekali. Saya menunggui Rosi karena takut terjadi apa-apa. Rasa takut dan jijik melihat anjing melahirkan, langsung hilang seketika dikalahkan oleh rasa kasihan. Saat Bingo lahir besarnya hanya segenggaman tangan, begitu keluar saya langsung mengambilnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk bersih dan meletakkannya di tempat yang hangat. Bingo bersaudara 5 ekor, walaupun semuanya lucu, tapi Bingo yang paling istimewa. Warna bulunya hitam lebat mengilap, lurus/sosoh seperti rambut manusia yang direbounding. Keempat kakinya seperti memakai kaus kaki warna coklat. Diatas matanya seperti ada alis dan berwarna coklat serupa seperti ”kaus kakinya”.
Bingo sangat berarti bagi kami karena tampangnya yang cakep, lucu dan menyenangkan serta penghibur yang baik. Ada kalanya saya sedang bete atau badmood, atau sedang jenuh dengan rutinitas sehari-hari dia bisa menjadi teman bercanda yang mengasyikan dengan tingkah lakunya yang menggemaskan. Sungguh sangat menghibur dan bisa menghilangkan stres. Dia juga menjadi penjaga rumah atau ”bel pintu” yang baik. Anak saya juga sangat sayang Bingo, karena sebagai anak tunggal, dia sering di rumah sendirian saat orangtuanya harus kerja dan Bingo bisa menjadi sahabat terbaiknya.
Ada sedikit rasa sesal, karena di pagi hari, sebelum kematiannya, saya sempat memarahi dan membentaknya karena dia nekad naik ke tempat tidur anak saya, ingin membangunkannya. Hari itu kebetulan hari Minggu, dan anak saya bangun lebih siang. Rupanya Bingo tidak sabar menunggu, karena biasanya di hari-hari lain anak saya biasa bangun pagi dan Bingo selalu menemaninya saat mempersiapkan diri akan berangkat ke sekolah. Pagi itu dia mencakar-cakar pintu kamar anak saya (dia biasa tidur di depan pintu kamar anak). Nah, ketika saya masuk ke kamar itu hendak membangunkan anak karena sudah cukup siang, Bingo menerobos dan menabrak saya dan langsung melompat ke atas kasur. Saat itu saya membentaknya dan menyuruhnya turun, dia pun nurut tapi memandang saya dengan pandangan memelas seolah memohon agar diijinkan naik. Dan sedetik kemudian dia nekad melompat lagi ke atas kasur, dan sekali lagi saya membentaknya, kali ini lebih keras. Akhirnya dia hanya duduk di atas lantai menunggu anak saya bangun. Mengingat perlakuan saya itu membuat saya lebih sedih.
Sekian hari setelah kematiannya, kami mulai bisa ikhlas. Yang cukup menghibur kami adalah, setidaknya saat dia masih hidup kami memperlakukannya dengan baik, merawatnya kalau sedang sakit, tidak pernah menyakitinya dan dia mati tidak dalam keadaan tersiksa.
Ada hikmah yang bisa saya ambil dari kematian si Bingo ini. Saya termotivasi untuk berbuat lebih baik bagi orang-orang yang ada di sekitar saya, bagi orang-orang yang saya sayangi, berusaha jangan sampai menyakiti mereka, berusaha membuat mereka bahagia semampunya. Jangan sampai saya menyesal belakangan. Saya berpikir, kehilangan binatang peliharaan kesayangan saja bisa membuat saya sedih dan merasa sangat kehilangan, apalagi… saya tidak sanggup membayangkannya.